reflek spinal katak

REFLEK SPINAL PADA KATAK








Oleh :
Nama : Nani Rahmawati
NIM : B1J008045
Kelompok : 2
Rombongan : II
Asisten : Afrina Yuniati




LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II




KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2010
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel hasil pengamatan reflek spinal katak
Perlakuan Pembalikan
Tubuh Penarikan
Kaki Depan Penarikan
Kaki Belakang H2SO4
Perusakan
Otak + + + +
Perusakan
¼ TB + + + +
Perusakan
½ TB + + + +
Perusakan ¾ TB + + + +
Perusakan
Total + + + +

Keterangan : TB = Tulang Beelakang
+ = Respon Positif
- = Respon Negatif





























A. Pembahasan
Refleks merupakan suatu respon organ efektor (otot ataupun kelenjar) yang bersifat otomatis atau tanpa sadar terhadap suatu stimulus tertentu. Refleks pada amphibia merupakan konsep dari suatu ritme yang melekat dalam sistem syaraf pusat yang telah ditentukan selama perkembangan. Katak yang telah pulih dari shock spinal (akibat dari operasi pemutusan), akan menarik sebuah kakinya apabila diberi stimulasi. Apabila kaki yang terstimulasi itu dicegah agar tidak melengkung, kaki satunya akan bereaksi melengkung (Frandson, 1993). Menurut Hildebrand (1995), sumsum tulang belakang sebagai syaraf perifer mengandung tali spinal sehingga menimbulkan sinap yang dibawa neuron yang selanjutnya menyebabkan gerak refleks. H2SO4 termasuk larutan elektrolit kuat yang dapat menghantarkan listrik, sifat hantaran listrik ini disebabkan karena adanya partikel bermuatan positif dan negatif. Larutan H2SO4 bersifat asam pekat yang digunakan pada saat praktikum berfungsi untuk memberikan rangsangan kimiawi sehingga menimbulkan gerak reflek. Mekanisme gerak reflek dapat disederhanakan dengan skema sebagai berikut :
Stimulus neuron sensori tali spinal interneuron neuron motorik efektor
Perusakan otak katak memberikan respon positif pada refleks pembalikan tubuh, penarikan kaki depan dan penarikan kaki belakang sedangkan respon positif pada refleks pencelupan kaki ke dalam larutan H2SO4. Percobaan ini sesuai dengan pernyataan Ville et al. (1988) bahwa, refleks masih terjadi karena pusat dari refleks spinal tidak berada dalam otak melainkan pada sumsum tulang belakang yang terpisah dari otak. Berdasarkan pernyataan tersebut terjadi refleks ketika perlakuan penarikan kaki depan dan penarikan kaki belakang.
Perusakan ¼ tulang belakang menimbulkan respon positif pada refleks pembalikan tubuh penarikan kaki depan, kaki belakang serta pencelupan ke dalam larutan H2SO4. Perusakan ½ tulang belakang menimbulkan respon positif pada penarikan kaki depan dan penarikan kaki belakang, respon positif pada pembalikan tubuh serta pencelupan ke dalam larutan H2SO4. Perusakan ¾ tulang belakang menimbulkan respon positif pada penarikan kaki depan dan pembalikan tubuh, respon positif pada penarikan kaki belakang serta pencelupan ke dalam larutan H2SO4. Perusakan total tulang belakang menghasilkan respon positif pada pembalikan tubuh, penarikan kaki belakang dan pencelupan dalam larutan H2SO4 damn memberikan respon positif pada penarikan kaki depan.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan terlihat bahwa pada katak yang dirusak otaknya terjadi pengurangan frekuensi respon pada katak yang telah didekapitasi. Akan tetapi katak yang didekapitasi masih dapat memberikan respon. Hal ini disebabkan karena jantung katak bersifat neurogenik sehingga katak masih mampu memberikan respon.
Pearc (1989) menyatakan bahwa sumsum tulang belakang merupakan pusat gerak refleks, sehingga semakin tinggi tingkat perusakan sumsum tulang belakang maka semakin lemah respon yang diberikan. Hal ini yang akan menyebabkan refleks pembalikkan tubuh, penarikkan kaki depan dan kaki belakang serta pencelupan ke dalam larutan H2SO4 makin melemah seiring dengan tingkat perusakan. Perusakan tulang belakang juga merusak tali spinal sebagai jalur syaraf, namun dengan adanya respon refleks yang sederhana dapat terjadi melalui aksi tunggal dari tali spinal meskipun adanya perusakkan sumsum tulang belakang. Praktikum yang dilakukan sesuai dengan pernyataan tersebut diatas.
Berdasarkan fungsinya, sel neuron dapat dibedakan menjadi 4 Bagian:
• Neuron sensorik (nouron aferen) yaitu sel saraf yang bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor ke pusat susunan saraf. Neuron memiliki dendrit yang berhubungan dengan reseptor (penerima rangsangan) dan neurit yang berhubungan dengan sel saraf lainnya.
• Neuron Motorik (nouronaferen), yaitu sel saraf yang berfungsi untuk menyampaikan impuls motorik dari susunan saraf pusat ke saraf efektor. Dendrit menerima impuls dari akson neoron lain sedangkan aksonnya berhubungan dengan efektor.
• Neuron konektor adalah sel saraf yang bertugas menghubungkan antara neuron yang satu dengan yang lainnya.
• Neuron ajustor, yaitu sel saraf yang bertugas menghubungkan neuron sensorik dan neuron motorik yang terdapat di dalam sumsum tulang belakang atau di otak (Idel,antoni.2000:211).
Pada katak yang diperlakuan dengan merusak sistem saraf otaknya, maka respon yang dihasilkan tetap ada namun katak merespon stimulus sangat lama. Hal ini dikarenakan sistem saraf pada otaknya telah mengalami kerusakan pada saat penusukan dengan kawat atau jarum pada saat praktikum. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan diperlukan satu mikroelektroda yang dapat ditusukkan kedalam akson tanpa menimbulkan kerusakan pada akson tersebut. (Kartolo,wulangi.S.1993:208-212). Kerusakan akson inilah yang dialami katak pada saat penusukan bagian saraf otaknya.
Sistem syaraf yang terdiri dari jaringan-jaringan syaraf mempunyai fungsi utama sebagai pembuat peran kimiawi dan perkembangan saluran komunikasi untuk koordinasi fungsi-fungsi tubuh. Sistem syaraf pada amphibi sama seperti sistem syaraf pada vertebrata, terdiri dari sistem syaraf pusat dan sistem syaraf perifer (Hoar, 1984). Syaraf berfungsi dengan mekanisme depolarisasi dan repolarisasi. Kedua mekanisme tersebut berkaitan dengan transportasi ion menembus membran (transmembran). Transportasi transmembran tersebut terkait dengan ion kalsium dan kalium sehingga kedua ion tersebut termasuk jenis ion yang esensial bagi mekanisme dalam syaraf. Mekanisme tersebut memunculkan gelombang depolarisasi (Gunawan, 2002).
Bikov (1960) menyatakan bahwa sistem syaraf melibatkan tiga komponen yang berlainan yaitu:
1. Reseptor yang merupakan suatu struktur yang mampu mendeteksi perubahan tertentu dalam lingkungan yang mengawali suatu isyarat, yaitu impuls syaraf pada sel syaraf yang melekat.
2. Penghantar impuls, yaitu syaraf itu sendiri. Syaraf tersusun atas berkas serabut akson. Serabut ini merupakan sel-sel khusus yang memanjang dan meluas yaitu neuron. Ada dua macam neuron, yaitu neuron sensori yang meneruskan dari reseptor ke sistem syaraf pusat dan neuron motorik yang meneruskan impuls dari syaraf pusat ke efektor.
3. Efektor, merupakan struktur yang melaksanakan aksi sebagai respon terhadap impuls yang sampai kepadanya melalui motor. Efektor yang paling penting bagi manusia adalah otot dan kelenjar.

Gambar Sel Syaraf (Frandson, 1993)
Perubahan fisik atau kimia disebabkan oleh organisme yang datang dari luar yang disebut stimulus. Beberapa rangsangan bereaksi langsung pada sel atau jaringannya, namun kebanyakan hewan memiliki reseptor untuk menerima rangsangan dari luar. Reseptor mengantarkan impuls ke syaraf melalui sistem syaraf ke struktur terminal di luar atau efektor yang membawa jawaban (Kastowo,1982).
Menurut Gordon et al, (1982), refleks spinal pada katak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Kondisi sumsum tulang belakang dimana pengrusakan sumsum tulang belakang dalam tingkat yang parah dapat menghilangkan reflek spinal
b. Larutan kimia seperti H2SO4 yang dapat menimbulkan refleks spinal tertentu.
c. Obat-obatan keras yang dapat menurunkan kontrol otak terhadap pergerakan sehingga gerakan dikendalikan oleh sumsum tulang belakang sebagai refleks spinal.
Refleks merupakan sebagian kecil dari perilaku hewan tingkat tinggi, tetapi memegang peranan penting dalam perilaku hewan tingkat tinggi. Refleks biasanya menghasilkan respon jika bagian distal sumsum tulang belakang memiliki bagian yang lengkap dan mengisolasi ke bagian pusat yang lebih tinggi. Tetapi kekuatan dan jangka waktu menunjukan keadaan sifat involuntari yang meningkat bersama dengan waktu (Madhusoodanan, 2007).














KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Refleks spinal pada katak dapat diketahui dengan merusak otak dan tulang belakang katak dan dengan pencelupan kaki belakang katak dalam larutan H2SO4.
2. Perusakan otak , perusakan ¼ ,½, ¾ tulang belakang dan perusakan total masih dapat memberikan respon pada kaki depan, kaki belakang dan pembalikkan tubuh.

B. Saran
Praktikan sebaiknya jangan membuat gaduh agar praktikum lebih kondusif.





















DAFTAR REFERENSI
Bykov, K.M. 1960. Text Book of Physiology. Foreign Languages Publishing House, Moskow.
Frandson, R. D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Gordon, M. S., G. A. Bortholomew., A. D. Grinell., C. B. Jorgenscy and F. N. White. 1982. Animal Physiology : Principle and Adaptation, 4th Edition. MacMillan Publishing Co INC, New York.
Gunawan, A. 2002. Mekanisme Penghantaran Dalam Neuron (Neurotransmitter). Integral, 7 (2): 38-41.
Hildebrand, M. 1995. Analysis of Vertebrate Structure, 4th Edition. John Willey&Sons INC, New York.
Hoar, W.S.1984. General and Comparative Physiology Third Edition. Prentice Hall of India Private Limited, New Delhi.
Idel,Antoni.2000.Biologi Dalam Kehidupan Sehari-hari.Gitamedia Press:Jakarta.
Kastowo, H.1982. Zoologi Umum. Alumni, Bandung.
Madhusoodanan, M. G. P. 2007. Continence Issues in the Patient with Neurotrauma. Senior Consultant Surgery, Armed Forces Medical Services ‘M’ Block, Ministry of Defence, DHQ, New Delhi. Indian Journal of Neurotrauma (IJNT) 2007, Vol. 4, No. 2, pp. 75-78.
Pearce, E. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta.
Ville, C.A., W.F. Walker, Jr. dan R.D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.
Wulangi. S kartolo. Prinsip-prinsip fisiologi Hewan. DepDikBud : Bandung.